Minggu pagi yang biasa-biasa saja, gak mendung gak cerah gak hujan gak ada pelangi. Zuck dan
Linn blusukan ke hutan tempat mereka tersesat dulu. Kali ini mereka
bukan mau tersesat lagi, tapi mau berburu. Zuck berjalan di depan dengan
memanggul senjata senapan angin, langkahnya meyakinkan mirip gerilyawan
berangkat perang. Sementara di belakangnya, Linn terlihat sedikit
kepayahan. Salah sendiri sih, masuk hutan pake stiletto.
Zuck menurunkan kecepatan langkahnya. Menunggu Linn. "Gak pengaruh kalik!"
"Pokoknya tungguin."
"Setiap ke hutan ini, aku selalu teringat kamu deh, Sayang," kata Zuck kemudian.
"Maksudnya, Mas?" Linn ga ngerti.
"Ahihi..." Zuck nyengir bernard bear. "Sama-sama lebat, hehe....
"Apaan sih" Linn masih ga ngerti.
"Hutan ini banyak pohonnya..." Zuck mengalihkan pembicaraan.
Linn menatap ke sekililing. "Iya Mas, banyak pohonnya. Gak asik. Cari hutan lain yuk Mas, yang ada mall-nya gitu..."
Zuck diem saja kembali mempercepat langkahnya. Males nanggepin omongan
orang stress. Lokasi berburu masih jauh. Mereka melewati jalan setapak
yang mulai bersemak. Soalnya jalan itu jarang banget dilalui orang.
"Yang kita buru apa aja nanti, Mas?"
"Apapun, Sayang. Rusa, kancil, kijang, kadal rusia, ikan gabus, semut. Semua ditembak...
Linn manggut-manggut, lalu kembali bertanya. "Kalo babi?"
"Mmm... Kalo itu enggak deh."
"Loh, kenapa babi gak ditembak, Mas? Cieee... Takut ditolak yaa.?"
Zuck menoleh ke arah Linn. Tersenyum. "Gak mungkinlah, Sayang. Masa nembak sodaramu. Kasian..."
"Hehehe iya lupa. Dia kan sodara iparku.."
"Hih!" Sungut Zuck. "Susah emang ngobrol sama karet gelang. Ga mau ngalah! Ngalah kenapa sih sama cowok?"
"Kebalik Mas, yang mustinya ngalah itu cowok!"
"Cewek kalik!"
"Cowok tauk!"
"Cewek!"
"Ya cowoklah.."
"Cewek! Pokoknya cewek! Titik!"
"Pokoknya cowok! Titit!"
"Cewok! Ya cewok aja, biar adil.."
Linn tertawa. "Yaudah, cewek aja yang ngalah gapapa..."
"Hehehe. Cowok deh, cowok. Emang udah kodratnya sih, cowok harus ngalah.."
"Nggak Mas, cewek yang sebenarnya harus ngalah."
"Cowok dong.."
"Cewek ih!"
"Cowok!"
"Cewek!"
"Embuh!"
Mereka terus berdebat tanpa ada yang rela ngalah, hingga tau-tau
perjalanan mereka sampai di sebuah sungai kecil. Untuk menyebrangi
sungai itu, mereka harus melalui jembatan kayu yang terlihat sudah
lapuk.
"Cewek!"
"Udah, Sayang. Udah. Tahun depan diterusin lagi debatnya," tegas Zuck.
Linn diam menurut.
"Sekarang, yang perlu kita pikirin adalah menyebrangi sungai ini.
Lokasi berburunya di sebrang sungai. Emm... Sayang nyebrang duluan ya?"
Mata Linn sedikit terbelalak. "Kok aku sih, Mas?"
"Lah... Kan cowok harus ngalah. Iya kan, Sayang?"
"Iya juga sih," Linn garuk-garuk kepala.
"Kalo aku yang nyebrang duluan,
dan kamu ditinggal di sini sendirian, terus nanti kalo tiba-tiba dari belakangmu ada
harimau gimana? Kan kasian harimaunya, dapat daging kurus..."
"Tapi jembatannya Mas, jembatannya. Lihat deh, udah keropos di seribu
tempat! Nanti pas lagi enak-enak jalan tiba-tiba ambruk, trus aku
jatuh..."
"Ya jatuh paling-paling ke bawah kan, Sayang? Lagian kamu udah punya pengalaman jatuh dari khayangan. Ayo dong.."
"Kita nyebrang sama-sama aja, Mas?" Linn memberi usul.
"Ini dilewati satu orang aja belum tentu kuat loh, Sayang. Apalagi berdua?"
"Aduh, Mas. Jangan menilai sesuatu cuma dari luarnya. Yang kelihatannya
rapuh, belum tentu aslinya rapuh, bisa saja dia itu kuat. Begitupun
jembatan ini..."
Zuck memandang Linn takjub. "Tumben ngomongnya..."
"Kita nyebrang bareng, aku ga bisa jauh darimu, Mas. Kalo selamat, selamat berdua. Andai jatuh, ya jatuh bersama-sama."
"Tapi aku masih gak yakin sama jembatan ini sih, Beb?" kata Zuck, seraya
memperhatikan kondisi jembatan secara seksama dan dalam tempo yang agak
lama.
"Makanya kita coba dulu. Kalo cuma ngobrol gini terus
kapan kita sampai ke seberang? Segala sesuatu itu harus dicoba dulu,
supaya...
"Kok ngomongnya gitu sih?! Aku ga suka!" potong
Zuck. "Kamu berubah. Sekarang jadi bijak. Jangan kebanyakan nonton Mario
Teguh dong..." lanjut Zuck, yang lebih suka Linn tampil error kayak
biasanya.
"Baiklah, kita nyebrangnya barengan," Zuck akhirnya setuju.
Setelah berdoa cukup lama dan bersalaman saling bermaaf-maafan kayak hari lebaran, merekapun
bersiap-siap menyeberang. Tidak lupa sebelum menyebrang, mereka menengok ke kanan
kiri, takut ada mobil lewat.
Dan dengan bergandengan tangan yang
erat, mereka mulai menapaki jembatan selangkah demi selangkah. Jantung
mereka deg-degan. Kaki mereka sedikit bergetar. Takut kayu jembatannya
tiba-tiba ambruk tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Akhirnya, setelah 5 menit yang mendebarkan, mereka sampai di seberang dengan selamat.
"Hiaaaa! Benar kan, Mas, gak apa-apa, segala seuatu musti dicoba dulu..." seru Linn kegirangan.
"Iya. Kamu bener, Beb."
"Yaudah yuk, kita nyebrang kembali ke tempat yang tadi."
Zuck melongo dongo dan mengernyitkan dahi. Gagal paham.
"Lha tadi kan cuma nyoba, jembatan masih kuat atau gak. Ternyata masih,"
jelas Linn, kemudian meraih tangan Zuck dan menariknya kembali
menyebrang.
Zuck ngikut saja, meski ia merasa seperti sesuatu ada yang salah.
Begitu sampai di seberang:
"Nah, sekarang baru nyebrang yang beneran, Mas. Yuk ah, keburu sore.."
"I.. iya, Sayang. Sekarang baru nyebrang yang beneran...
Merekapun menyebrang sekali lagi. Karena sudah yakin jembatannya masih
kuat, kali ini langkah mereka lebih ringan dan tidak sehati-hati tadi.
Dan, menjelang mendekati tengah-tengah jembatan, tiba-tiba....
BRAAAKKK!!! Kemudian...
BYUURRRR!! Jembatan kayu yang sebenarnya memang
sudah rapuh itu patah tah! Akibat tidak kuat menahan beratnya cinta Zuck
dan Linn.